ROMANTISME SDH – SIBUALBUALI
Oleh Asep Safa’at Siregar, S.Sos.I
Mendengar
kata romantis pasti langsung terbayang dalam pemikiran kita tentang kasih
sayang antara dua orang manusia yang memadu kasih. Namun romantisme kali ini
adalah romantisme angkutan umum yang bernama SDH (Saipar Dolok Hole) dengan
Sibual-buali. Kedua angkutan umum ini merupakan angkutan yang telah beroperasi
cukup lama, sejak sekitar tahun 70-an didaerah Kabupaten Tapanuli Selatan
tepatnya Kecamatan Saipar Dolok Hole.
Kedua
nama angkutan ini merupakan angkutan (modern) yang paling tua didaerah
tersebut. Menariknya keduanya merupakan saingan abadi sejak dari dulu sampai
sekarang dan entah sampai kapan. Namun siapa sangka dibalik persaingan ada
romantisme didalamnya. Pemilik, supir dan kondektur (kernet) saling berebut
penumpang tanpa harus memusuhi dan mencelakai kompetitor, antara satu dengan
yang lain.
Disinilah
letak romantisme yang bisa menjadi bahan renungan, pelajaran atau hikmah yang
bisa kita ambil dalam kehidupan sehari-hari. Romantisme yang tercipta dalam
sebuah kompetisi meraih simpati penumpang. Tidak ada cara fefektif lain untuk
menggaet penumpang bagi kedua angkutan ini selain kompetisi merebut simpati
masyarakat. Pendekatannya mulai dari pelayanan, hubungan keluarga, marga, tutur
sapa, pergaulan dimasyarakat dan lain sebagainya. Bagi marketing diperusahaan
manapun telah memakai sistem yang mereka gunakan. Tanpa bermaksud merendahkan saya
yakin oknum dari kedua angkutan umum tersebut tidak pernah ikut seminar khusus cara
mencari penumpang. Tapi kelihaian dan pengalaman mencari penumpang tidak bisa
diragukan lagi.
Belajar Romantisme dari Persaingan SDH dan Sibual-buali
Ada
beberapa pelajaran bagi kehidupan dapat saya ambil dari persaingan dua angkutan
umum tersebut yang kemudian saya sebut sebagai kompetisi yang romantis. Pertama,
SDH dan Sibualbuali berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik untuk menarik
perhatian dan minat penumpang. Andaikata semua stakeholder (pemangku
jabatan) dan pejabat pemerintahan punya prinsip seperti dua angkutan umum ini,
terasa bangganya hidup di alam merdeka negara Republik Indonesia tercinta. Dapat
dipastikan bahwa pendidikan dari pemilik, supir dan kernet dari angkutan umum
tersebut tidak lebih tinggi dibanding dengan pejabat kita. Tapi pelayanan
mereka justru lebih baik.
Meski
beda jenis pekerjaan, namun yang paling penting esensinya adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Bagi supir dan kernet tentu memberikan pelayanan
kepada penumpang. Sedangkan bagi pejabat adalah memberikan pelayanan dimana
mereka kerja yang memang bertugas memberikan pelayanan publik, baik di rumah sakit, kantor bupati, kantor
polisi, kantor pajak, kantor kelurahan dan lain sebagainya. Hanya saja banyak orang
berbeda penafsiran menilai baik buruk, tinggi rendahnya suatu pekerjaan.
Kedua, kedua angkutan umum ini berangkat dari daerah yang sama, bersaing
didaerah yang sama dan penumpangnya juga dilingkungan yang sama. Kasus ini
menjadi pelajaran berharga bagi perantau. Andaikata semua orang yang merantau
yang berasal dari daerah Kecamatan Saipar Dolok Hole, begitu juga dengan
kecamatan lain di negeri ini berbuat layaknya kedua angkutan umum tersebut,
tentu akan tercipta hubungan yang mesra antar perantau dengan keluarga yang
menetap dikampung halaman. Dari daerah yang sama pergi mengadu nasib kerantau
orang yang berbeda-beda namun bukan menjadi penghalang untuk membangun dan
berkarya untuk daerah asalnya.
Bukan
tidak banyak yang telah berhasil secara ekonomi para perantau dari daerah
terpencil tapi sangat sedikit yang mau berkontribusi pada kampung halamannya,
dimana ia dibesarkan diasuh dan berkembang. Mungkin perlu juga para perantau
menggelar seminar bertema Marsipature Hutanabe (membangun daerah masing-masing)
dengan mengundang pemilik atau supir angkutan umum ini sebagai narasumber.
Hehehe..
Ketiga, meski dari daerah yang sama, masayarakat yang sama tapi kedua angkutan
umum ini masih eksis dan berkompetisi hingga kini. Namun secara kasat mata
kedua angkutan tersebutpun memperoleh hasil yang tidak jauh berbeda. Hikmah
yang dapat kita petik dari sini adalah, kompetisi tidak mengurangi rejeki kita.
Kompetisi justru membuat kita lebih baik pada lingkungan dimana kita berada. Berbeda
dengan kejadian yang sering kita lihat dewasa ini, kompetisi sering meruntuhkan
kekeluargaan, mencabik-cabik persaudaraan, bahkan merenggut nyawa seseorang.
Marilah bercermin dari kompetisi SDH – Sibualbuali ini. Kompetisi menjadikan
kita menuju yang lebih baik.
Keempat, jenis warna dan nomor menjadi ciri khas masing-masing sudah melekat
dihati penumpang, tanpa promosi dan launching dan acara ceremonial lainnya. Ini
berarti SDH dan Sibualbuali menjadi bukti bagi kita bahwa pencitraan tidaklah
mutlak dilakukan untuk memperkenalkan diri. Fokuslah untuk memberikan yang
terbaik dimana dan apa saja yang menjadi aktifitas kita. Tanpa harus kita
populerkan, dengan sendirinya akan menjadi populer karena masyarakat dan
lingkungan merasakan kehadiran dan manfaat kita. Mereka akan cerita kebaikan
kita walau belum kita kisahkan sebelumnya. Orang lain akan mempromosikan
meskipun kita tidak pernah meminta untuk melakukannya.
Dibalik
kompetisi abadi ini tercipta hubungan yang harmonis diantara kedua angkutan
umum tersebut. Mereka saling memperbaiki diri, saling memperhatikan, saling
memberikan pelayanan terbaik, saling menjaga keselamatan penumpang dan merasa
kehilangan jika salah satu diantaranya tidak beroperasi.
Penutup
SDH
dan Sibualbuali merupakan nama angkutan yang sudah melekat dihati masyarakat
khususnya di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Arse,
dan Kecamatan Sipirok. Bahkan bagi masyarakat nomor angkutan ini menjadi
sebutan yang populer dan melekat kuat dalam ingatan.
Masyarakat
yang menggunakan angkutan umum ini tidak dipaksa dan bebas memilih mana yang
akan ditumpanginya. Pelayanan terbaik dan sikap yang ramah menjadi kunci meraih
simpati masyarakat. Besaran ongkos tidak berbeda, rute perjalanan yang sama dan
masyarakatnya pun itu-itu saja, namun kompetisi ini tetap hidup dan terus
bergelora hingga kini.
Bagi
saya selaku penulis dan pemakai jasa angkutan ini berharap romantisme dalam
kompetisi romantis ini terus berlangsung memberikan butir-butir hikmah bagi
kehidupan. Tidak ada yang terjadi dengan kesia-siaan jika kita mampu menggali
hikmah yang ada didalam setiap proses dan peristiwa yang terjadi di sekitar
kita.
Penulis
adalah guru dan Kepala Divisi Humas Pesantren Modern Unggulan Terpadu “Darul
Mursyid” (PDM), Tapanuli Selatan.
* Tulisan ini telah terbit di Harian Metrotabagsel 7 September 2016
Komentar
Posting Komentar